Rabu, 30 Disember 2009

akibat daripada berbuat maksiat

Di bawah ini adalah akibat-akibat yang bisa terjadi apabila kita maksiat kepada Allah SWT, menurut pendapat Ibnu Qayyim al Jauziyah. Semoga kita dijauhkanNya.

1. Maksiat Menghalangi Ilmu Pengetahuan. Ilmu adalah cahaya yang dipancarkan ke dalam hati. Namun, kemaksiatan dalam hati dapat menghalangi dan memadamkan cahaya tersebut. Ketika Imam Malik melihat kecerdasan dan daya hafal Imam Syafii yang luar biasa, beliau berkata :" Aku melihat Allah telah menyiratkan dan memberikan cahaya di hatimu, wahai anakku. Janganlah engkau padamkan cahaya tersebut dengan maksiat". Pengalaman dari para hafidz/hafidzah : apabila mereka berbuat maksiat, maka daya hafal menurun. Sedangkan bila mereka telah beristighfar dan bertaubat maka kecepatan penghafalan kembali seperti semula.

2. Maksiat Menghalangi Rizki. "Seorang hamba dicegah dari rizki akibat dosa yang diperbuatnya" (HR Ahmad). Jika ketaqwaan adalah penyebab datangnya rizki, maka meninggalkan ketaqwaan berarti menimbulkan kefakiran.

3. Maksiat Menimbulkan Jarak dengan Allah. Diriwayatkan, ada seorang laki-laki yang mengeluh kepada seorang arif tentangkesunyian jiwanya. Sang arif berpesan :" Jika kegersangan hatimu akibat dosa2, maka tinggalkanlah dosa2 itu. Dalam hati kita, tidak ada perkara yang lebih pahit daripada kegersangan dosa di atas dosa".

4. Maksiat Menjauhkan Pelakunya dari Orang Baik. Maksiat menjauhkan pelakunya dari orang lain, terutama golongan orang baik. Semakin berat maksiatnya, semakin jauh jarak terpisahnya, sehingga manfaat dari oarng baik tersebut akan terhalangi. Seorang salaf berkata :"Sesungguhnya aku bermaksiat kepada Allah, maka aku lihat pengaruhnya pada hewan (kendaraan) dan istriku".

5. Maksiat Menyulitkan Urusan. Jika ketaqwaan dapat memudahkan segala urusan, maka pelaku maksiat akan menghadapi kesulitan dalam menyelesaikan urusannya. Ibnu Abbas RA berkata:"Sesungguhnya perbuatan baik itu mendatangkan kecerahan pada wajah, cahaya pada hati, dan kekuatan pada badan. Sebaliknya, perbuatan buruk itu mengundang ketidakceriaan pada raut muka, kegelapan dalam kubur dan hati, kelemahan badan, susutnya rizki serta kebencian makhluk".

6. Maksiat Melemahkan Hati dan Badan. Bagi pelaku maksiat, meskipun badannya kuat, sesungguhnya dia sangat lemah apabila kekuatannya itu sedang dia butuhkan. Bahkan kekuatan itu sering menipu dirinya sendiri. Lihatlah, bagaimana kekuatan hati dan fisik kaum muslimin dapat mengalahkan kekuatan fisik bangsa Persia dan Romawi.

7. Maksiat Menghalangi Ketaatan. Orang yang melakukan dosa dan Maksiat cenderung untuk memutuskan ketaatan. Seperti layaknya orang satu kali makan tetapi mengalami sakit yang berkepanjangan sehingga menghalangi dari memakan makanana lain yang lebih baik.

8. Maksiat Memperpendek Umur dan Menghapus Keberkahan. Pada dasarnya u mur manusia dihitung dari masa hidupnya. Sementara tidak ada yang namanya hidup kecuali jika kehidupan itu dihabiskan dengan ketaatan, ibadah, cinta,dan dzikir kepada Allah serta mementingkan keridhanNya.

9. Maksiat Menumbuhkan Maksiat Lain. Seorang ulama salaf berkata, jika seorang hamba melakukan kebaikan, maka kebaikan tersebut akan mendorongnya untuk berbuat kebaikan yang lain danseterusnya. Hal yang sama apabila ia melakukan maksiat, maka maksiat yang dilakukannya akan emndorongnya untuk berbuat maksiat yang lain sehingga akhirnya menjadi terbiasa.

10. Maksiat Mematikan Bisikan Hati Nurani. Maksiat dapat melemahkan hati dari kebaikan, dan sebaliknya akan menguatkan kehendak untuk berbuat maksiat yang lain. Maksiat pun dapat memutuskan keinginan untuk bertobat. Dan inilah penyakit hati yang terbesar.

11. Maksiat Menghilangkan Keburukan Maksiat itu Sendiri. Jika orang sudah terbiasa melakukan maksiat, maka ia tidak merasa malu lagi atas perbuatannya. Bahkan cenderung memberitakan perbuatannya kepada orang lain. Padahal dosa itu besar di mata Allah SWT.

12. Maksiat adalah Warisan Umat yang Pernah Diazab. Misalnya, perbuatan homoseksual adalah warisan dari umat nabi Luth as. Perbuatan mengurangi timbangan adalah peninggalah umat nabi Syu'aib as. Kesombongan di muka bumi dan membuat kerusakan adalah milik Fir'aun dan kaumnya. Dengan kata lain, pelaku maksiat jaman sekarang adalah mencontoh perbuatan umat terdahulu. Sedangkan Rasulullah SAW bersabda:"Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dalam golongan kaum tersebut". (HR. Imam Ahmad dari Ibnu Umar)

13. Maksiat Menimbulkan Kehinaan dan Mewariskan Kehinadinaan. Kehinaan itu muncul akibat perbuatan maksiatnya kepada Allah, sehingga Allah pun menghinakannya. "Dan barang siapa yang dihinakan Allah, maka tidak ada seorang pun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa pun yang Dia kehendaki". (QS Al-Faathir:10)

14. Maksiat Merusak Akal. Ulama salaf berkata, bahwa seandainya seseorang masih berakal sehat, maka akal sehatnya itulah yang mencegahnya dari berbuat maksiat kepada Allah.

15. Maksiat Menutupi Hati. Ketika dosa dan maksiat telah menumpuk, maka hati pun telah tertutup. Sesuai dengan firman Allah : "Sekali-kali tidaklah (demikian). Sebenarnya apa yang mereka usahakan itu menutup hati mereka". (QS. Al Muthaffifiin:14). Imam Hasan mengatakan, hal itu sebagai 'dosa berlapis dosa'

16. Maksiat Dilaknat Rasulullah SAW. Rasulullah melaknat perbuatan maksiat, seperti: mengubah petunjuk/rambu jalan, padahal petunjuk jalan tersebut sangat penting (HR Bukhari), melakukan perbuatan homoseksual (HR Muslim), seorang wanita yang menyerupai laki-laki, dan sebaliknya, mengadakan praktek suap menyuap (HR Tirmidzi), dan sebagainya

17. Maksiat Menghalangi Syafaat Rasul dan Malaikat. Kecuali mereka yang sudah bertobat dan kembali ke jalan yang lurus. Seperti firman Allah dalam surat Al Mukminun ayat 7-9 : "Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, maka berilah rahmat dan ampunan kepada orang2 yang bertobat dan mengikuti jalanMu, dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang menyala-nyala"

18. Maksiat Melenyapkan Malu. Malu adalah pangkal kebajikan. Jika rasa malu telah hilang, maka hilanglah seluruh kebaikan seseorang. Kata Rasulullah :" Malu itu merupakan kebaikan seluruhnya. Jika kamu tidak merasa malu, maka berbuatlah semaumu". (HR. Bukhari)

19. Maksiat Meremehkan Allah. Jika seseorang melakukan maksiat, maka disadari atau tidak, rasa untuk mengagungkan Allah perlahan-lahan lenyap dari hati. Jika perasaan itu masih ada tentu akan mencegahnya dari berbuat maksiat.

20. Maksiat Memalingkan Perhatian Allah. Allah akan membiarkan seseorang terus menerus berbuat maksiat dan berteman dengan syaitan. "Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik". (QS. Al Hasyir 19)

21. Maksiat Melenyapkan Nikmat dan Mendatangkan Azab. Allah berfirman : "Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka adalah disebabkan oleh tangan-tanganmus sendiri dan Allah memafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)". (QS Asy Syura:30). Ali ra. berkata:" Tidaklah turun bencana melainkan karena dosa dan tidaklah lenyap bencana melainkan karena tobat".

22. Maksiat Memalingkan Istiqamah. Orang yang hidup di dunia ini bagaikan pedagang. Seorang pedagang pasti akan berusaha untuk menjual barangnya kepada pembeli yang sanggup membayar dengan harga tinggi. Dan Allah lah pembeli dengan harga tertinggi, yaitu surga yang abadi. Jika seseorang menjual dagangannya dengan bayaran dunia yang fana, tentu ia telah tertipu.

Semoga Allah selalu menjaga langkah-langkah kita di dunia ini. Amiin

rayuan syaitan terhadap manusia

Para pembaca yang budiman, ketika seseorang beranjak dewasa, muncullah benih di dalam jiwa untuk mencintai lawan jenisnya. Ini merupakan fitrah (insting) yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Allah ta'ala berfirman yang artinya, "Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan terhadap perkara yang dinginkannya berupa wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenagan hidup di dunia. Dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik." (QS. Ali Imran: 14)

Adab Bergaul Antara Lawan Jenis

Islam adalah agama yang sempurna, di dalamnya diatur seluk-beluk kehidupan manusia, bagaimana pergaulan antara lawan jenis. Di antara adab bergaul antara lawan jenis sebagaimana yang telah diajarkan oleh agama kita adalah:

1. Menundukkan pandangan terhadap lawan jenis

Allah berfirman yang artinya, "Katakanlah kepada laki-laki beriman: Hendahlah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya." (QS. an-Nur: 30). Allah juga berfirman yang artinya,"Dan katakalah kepada wanita beriman: Hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya." (QS. an-Nur: 31)

2. Tidak berdua-duaan

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Janganlah seorang laki-laki berdua-duaan (kholwat) dengan wanita kecuali bersama mahromnya." (HR. Bukhari & Muslim)

3. Tidak menyentuh lawan jenis

Di dalam sebuah hadits, Aisyah radhiyallahu 'anha berkata, "Demi Allah, tangan Rasulullah tidak pernah menyentuh tangan wanita sama sekali meskipun saat membaiat (janji setia kepada pemimpin)." (HR. Bukhari). Hal ini karena menyentuh lawan jenis yang bukan mahromnya merupakan salah satu perkara yang diharamkan di dalam Islam. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Seandainya kepala seseorang ditusuk dengan jarum besi, (itu) masih lebih baik daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya." (HR. Thabrani dengan sanad hasan)

Jika memandang saja terlarang, tentu bersentuhan lebih terlarang karena godaannya tentu jauh lebih besar.

Salah Kaprah Dalam Bercinta

Tatkala adab-adab bergaul antara lawan jenis mulai pudar, luapan cinta yang bergolak dalam hati manusia pun menjadi tidak terkontrol lagi. Akhirnya, setan berhasil menjerat para remaja dalam ikatan maut yang dikenal dengan "pacaran". Allah telah mengharamkan berbagai aktifitas yang dapat mengantarkan ke dalam perzinaan. Sebagaimana Allah berfirman yang artinya, "Dan janganlah kamu mendekati zina, sesugguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk." (QS. al-Isra': 32). Lalu pintu apakah yang paling lebar dan paling dekat dengan ruang perzinaan melebihi pintu pacaran?!!

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya Allah menetapkan untuk anak adam bagiannya dari zina, yang pasti akan mengenainya. Zina mata adalah dengan memandang, zina lisan adalah dengan berbicara, sedangkan jiwa berkeinginan dan berangan-angan, lalu farji (kemaluan) yang akan membenarkan atau mendustakannya." (HR. Bukhari & Muslim). Kalaulah kita ibaratkan zina adalah sebuah ruangan yang memiliki banyak pintu yang berlapis-lapis, maka orang yang berpacaran adalah orang yang telah memiliki semua kuncinya. Kapan saja ia bisa masuk. Bukankah saat berpacaran ia tidak lepas dari zina mata dengan bebas memandang? Bukankah dengan pacaran ia sering melembut-lembutkan suara di hadapan pacarnya? Bukankah orang yang berpacaran senantiasa memikirkan dan membayangkan keadaan pacarnya? Maka farjinya pun akan segera mengikutinya. Akhirnya penyesalan tinggallah penyesalan. Waktu tidaklah bisa dirayu untuk bisa kembali sehingga dirinya menjadi sosok yang masih suci dan belum ternodai. Setan pun bergembira atas keberhasilan usahanya...

Iblis, Sang Penyesat Ulung

Tentunya akan sulit bagi Iblis dan bala tentaranya untuk menggelincirkan sebagian orang sampai terjatuh ke dalam jurang pacaran gaya cipika-cipiki atau yang semodel dengan itu. Akan tetapi yang perlu kita ingat, bahwasanya Iblis telah bersumpah di hadapan Allah untuk menyesatkan semua manusia. Iblis berkata, "Demi kekuasaan-Mu, aku akan menyesatkan mereka semuanya." (QS. Shaad: 82). Termasuk di antara alat yang digunakan Iblis untuk menyesatkan manusia adalah wanita. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,"Tidaklah aku tinggalkan setelahku fitnah (ujian) yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada wanita." (HR. Bukhari & Muslim). Kalaulah Iblis tidak berhasil merusak agama seseorang dengan menjerumuskan mereka ke dalam gaya pacaran cipika-cipiki, mungkin cukuplah bagi Iblis untuk bisa tertawa dengan membuat mereka berpacaran lewat telepon, SMS atau yang lainnya. Yang cukup menyedihkan, terkadang gaya pacaran seperti ini dibungkus dengan agama seperti dengan pura-pura bertanya tentang masalah agama kepada lawan jenisnya, miss called atau SMS pacarnya untuk bangun shalat tahajud dan lain-lain.

Ringkasnya sms-an dengan lawan jenis, bukan saudara dan bukan karena kebutuhan mendesak adalah haram dengan beberapa alasan: (a) ini adalah semi berdua-duaan, (b) buang-buang pulsa, dan (c) ini adalah jalan menuju perkara yang haram. Mudah-mudahan Allah memudahkan kita semua untuk menjalankan perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya.

***

Penulis: Ibnu Sutopo
Sumber: Buletin At-Tauhid

ma hua bid'ah?( apa itu bid'ah?)

Penyusun: Ummu Ziyad
Muroja’ah: Ust. Abu Mushlih

Banyak orang yang berkerut keningnya ketika pertama kali mendengar kata ini. Bermacam reaksi muncul dari seseorang ketika diingatkan tentang masalah ini. Ada yang menerimanya dan memperbaiki amalan ibadahnya dengan hidayah taufik dari Allah Ta’ala. Ada pula yang terlalu cepat menutup diri untuk memahaminya sehingga lebih sering berkata, “Ah… bisanya cuma membid’ah-bid’ahkan.”

Adapula yang memang sudah tidak asing dengan kata ini, tapi ternyata memiliki pemahaman yang salah dalam memaknainya. Ketahuilah saudariku! Pembahasan tentang bid’ah bukanlah milik golongan tertentu. Bahkan setiap muslim harus mempelajarinya dan mewaspadainya dan tidak menutup diri dari pembahasan ini. Karena Rasululllah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

و شرّ الأمور محدثاتها، و كلَّ محدثة بدعة

“Dan seburuk-buruk perkara adalah sesuatu yang diada-adakan adalah bid’ah.” (HR. Muslim no. 867)

Dan sabda nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam,

قإنّ كلَّ محدثة بدعة و كلّ بدعة ضلالة

“Karena setiap perkara yang baru (yang diada-adakan) adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Tirmidzi dan Abu Daud)

Sama seperti pembahasan tentang kata sunnah pada artikel yang lalu, maka sungguh pembahasan ini sangat (sangat) penting, karena jika tidak memahaminya atau bahkan salah memaknainya, maka dapat mengakibatkan kesalahan dalam beramal dan beribadah. Semoga Allah memberikan kelapangan dalam dada-dada kita, untuk menerima kebenaran yang diajarkan oleh Rasulullah shollallahu’alaihi wa sallam.

Makna Bid’ah Secara Bahasa

Makna bid’ah secara bahasa adalah mengadakan sesuatu tanpa ada contoh sebelumnya. Penggunaan kata bi’dah secara bahasa ini di antaranya ada dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

قُلْ مَا كُنتُ بِدْعاً مِّنْ الرُّسُلِ

“Katakanlah (hai Muhammad), ‘Aku bukanlah rasul yang pertama di antara rasul-rasul.” (Al Ahqaf [46]: 9)

Dan juga firman-Nya,

بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ

“Dialah Allah Pencipta langit dan bumi.” (Al-Baqoroh [2]: 117)

Makna Bid’ah Secara Istilah

Berdasarkan definisi yang diberikan oleh Imam Syathibi, makna bid’ah secara istilah adalah suatu cara baru dalam agama yang menandingi syari’at dimana tujuan dibuatnya adalah untuk membuat nilai lebih dalam beribadah kepada Allah.

Dari definisi ini, kita perlu memperjelasnya menjadi beberapa poin.

Pertama, ’suatu cara baru dalam agama’. Hal ini berarti cara atau jalan baru tersebut disandarkan kepada agama. Adapun cara baru yang tidak dinisbatkan kepada agama maka itu bukan termasuk bid’ah. (akan dibahas lebih rinci di bawah).

Kedua, ‘menandingi syari’at’. Maksudnya amalan bid’ah mempersyaratkan amalan tertentu yang menyerupai syari’at, sehingga ada beban yang harus dipenuhi. Seperti misalnya puasa mutih, yasinan setiap hari kamis (malam jum’at), puasa nisyfu sya’ban dan lain-lain, Perlu diperhatikan pula bahwa pada umumnya, setiap bid’ah juga memiliki dalil. Namun, janganlah terjebak dengan dalil yang diberikan, karena ada dua kemungkinan dari dalil yang diberikan. Pertama, dalil tersebut bersifat umum namun digunakan dalam amalan khusus. Kedua, bisa jadi dalil yang digunakan adalah palsu. Oleh karena itu, wahai saudariku, menuntut ilmu agama sangat penting melebihi kebutuhan kita terhadap makan dan minum. Ilmu agama dibutuhkan di setiap tarikan nafas kita karena dalil dibutuhkan untuk setiap ibadah yang kita lakukan. Merupakan kesalahan ketika kita melakukan ibadah terlebih dahulu baru mencari-cari dalil. Inilah yang membuat pengambilan dalil tersebut menjadi tidak tepat karena sekedar mencari pembenaran pada amalan yang sebenarnya bukan termasuk syari’at.

Ketiga, ‘tujuan dibuatnya adalah untuk membuat nilai lebih dalam beribadah kepada Allah’. Artinya, setiap bid’ah merupakan tindakan berlebih-lebihan dalam agama, sehingga dengan adanya bid’ah tersebut maka beban seorang muslim (mukallaf) akan bertambah. Salah satu contohnya mengkhususkan puasa nisyfu sya’ban, padahal puasa ini tidak disyari’atkan dalam Islam. Sungguh merugi bukan? Kita berlindung kepada Allah dari segala perbuatan sia-sia.

Mewaspadai Bid’ah

Dari definisi yang telah disebutkan menunjukkan bid’ah tidak lain merupakan perbuatan yang bertujuan menandingi syari’at. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِيناً

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (Al Maaidah [5]: 3)

Maka tidak perlu lagi bagi seseorang untuk membuat cara baru dalam agama atau mencari ibadah-ibadah lain yang itu adalah kesia-siaan. Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

منْ عمِل عملا ليس عليه اَمرنا فهو ردّ

“Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami, maka tertolak.”

Dalam riwayat lain, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

من أحدث في أمرنا هذا ما ليس مِنه فهوردٌّ

“Barang siapa yang membuat perkara baru dalam urusan agama yang tidak ada sumbernya maka tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Berdasarkan hadits ini, ada tiga unsur yang membuat sesuatu dapat dikatakan sebagai bid’ah.

Pertama, mengada-adakan. Ini diambil dari lafadz man ahdatsa (من أحدث). Akan tetapi membuat sesuatu yang baru bisa terjadi dalam perkara dunia ataupun agama. Maka diperlukan unsur yang kedua.

Kedua, perkara baru tersebut disandarkan pada agama. Ini diambil dari lafadz fii amrina (في أمرنا). Unsur kedua ini perlu dilengkapi unsur ketiga. Karena jika tidak, akan timbul pertanyaan atau keraguan, “Apakah semua perkara baru dalam agama tercela?”

Ketiga, perkara tersebut bukan bagian dari agama. Ini diambil dari lafadz ma laisa minhu (ما ليس مِنه). Artinya, tidak ada dalil yang sah bahwa hal tersebut pernah ada.

Setiap Bid’ah Adalah Sesat

Ketahuilah saudariku. Setiap bid’ah adalah sesat. Hal ini berdasarkan keumuman sabda Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam,

و شرّ الأمور محدثاتها، و كلَّ محدثة بدعة

“Dan seburuk-buruk perkara adalah sesuatu yang diada-adakan adalah bid’ah.” (HR. Muslim no. 867)

Dan sabda nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam,

قإنّ كلَّ محدثة بدعة و كلّ بدعة ضلالة

“Karena setiap perkara yang baru (yang diada-adakan) adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Tirmidzi dan Abu Daud)

Adapun pembagian yang ada pada bid’ah, maka tetap menunjukkan kesesatan bid’ah tersebut. Maka pembagian bid’ah menjadi bid’ah sayyi’ah dan bid’ah hasanah adalah sebuah kesalahan sebagaimana penulis jelaskan sebab-sebabnya dalam artikel sebelumnya.

Imam Syathibi rahimahullah menjelaskan dalam kitabnya pembagian bid’ah (yang tetap menetapkan kesesatan seluruh bid’ah) yang dapat memperjelas kerancuan yang ada di masyarakat. Yang pertama adalah bid’ah hakiki yang perkaranya lebih jelas (kecuali bagi orang-orang yang taklid dan tidak mau belajar) karena bid’ah hakiki tidak memiliki sandaran dalil syar’i sama sekali. Semisal menentukan kecocokan seeorang untuk menjadi suami atau istri dengan tanggal lahir atau melakukan ritual-ritual khusus dalam acara pernikahan yang tidak ada landasannya dalam syari’at sama sekali. Adapun jika berkaitan dengan bid’ah idhofi maka sebagian orang mulai rancu dan bertanya-tanya. Misalnya, bid’ah dzikir berjama’ah, atau tahlilan. Banyak orang terburu-buru dengan mengatakan, “Masa dzikir dilarang sih?” atau “Kok membaca Al Qur’an dilarang?” Maka kita perlu (sekali lagi) memahami lebih dalam tentang bid’ah ini.

Bid’ah idhofi ini mempunyai dua sisi, sehingga apabila dilihat pada salah satu sisi, maka seakan-akan itu sesuai dengan sunnah karena berdasarkan dalil. Namun bila dilihat dari sisi lain, amalan tersebut bid’ah karena hanya bersandar kepada syubhat, tidak kepada dalil atau tidak disandarkan kepada sesuatu apapun. Adapun bila dilihat dari sisi makna, maka bid’ah idhofi ini secara asal memiliki dalil. Akan tetapi dilihat dari sisi cara, sifat atau perinciannya, maka dalil yang digunakan tidak mendukungnya, padahal tata cara amalan tersebut membutuhkan dalil. (Majalah Al-Furqon edisi 12 tahun V). Maka jelas yang dilarang bukanlah dzikir atau membaca Al-Qur’an untuk contoh dalam masalah ini. Akan tetapi, kebid’ahan tersebut terletak pada tata cara, sifat atau perincian pada ibadah tersebut yang tidak ada contohnya dari Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu dengan melafadzkan dzikir bersama-sama dipimpin satu imam atau membaca Al-Qur’an untuk orang mati. Semuanya ini adalah cara baru yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam.

Catatan penting dalam masalah ini adalah dalam perkara ibadah (yaitu apa-apa yang kita niatkan untuk mendekatkan diri kita pada Allah Subhanahu wa Ta’ala), kita harus memenuhi dua syarat, yaitu ikhlas hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala dan sesuai dengan yang dicontohkan dan diperintahkan Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam.

Demikianlah saudariku, sedikit pengantar untuk memahami tentang kata bid’ah dan bahayanya. Pembahasan tentang bid’ah memiliki lingkup yang sangat luas - yang dengan keterbatasan penulis - tidak dapat dituangkan seluruhnya dalam tulisan kali ini. Untuk memperdalam pembahasan, silakan melihat kembali kitab-kitab yang penulis jadikan rujukan. Semoga Allah Ta’ala mempermudah kita dalam memahami pembahasan ini dan menerimanya dengan lapang dada serta menjadikan kita orang-orang yang berusaha kuat menjauhi perkara baru dalam agama. Aamiin ya mujibas saailin.

Maraji’:

Majalah Al Furqon edisi 12 tahun V/rajab 1427
Kajian kitab Ushulus Sunnah karya Imam Ahmad oleh Ustadz Aris Munandar
Ringkasan Al I’tisham - terj -, Syaikh Abdul Qadir As Saqqaf, Media Hidayah, Cet I, thn 2003

mengenal bid'ah hasanah

Disusun: Ummu Ziyad
Muroja’ah: Ustadz Aris Munandar

Banyak perkataan terlontar, dari orang yang belum paham (atau mungkin salah paham) tentang bid’ah. Inti perkataannya menunjukkan bahwa bid’ah itu sesuatu yang boleh dikerjakan. Untuk itulah pada artikel ini penulis akan membahas berbagai kerancuan yang sering terdengar di kalangan masyarakat. Dan untuk memperjelas artikel sebelumnya, maka pada artikel ini insya Allah akan disertai beberapa contoh. Semoga Allah memudahkan.

Untuk memudahkan pemahaman, berikut ini beberapa poin penting yang ada pada artikel sebelumnya dan masih akan dibahas kembali pada artikel ini.

Makna bid’ah secara bahasa diartikan mengadakan sesuatu tanpa ada contoh sebelumnya.
Makna bid’ah secara istilah adalah suatu cara baru dalam beragama yang menyerupai syari’at dimana tujuan dibuatnya adalah untuk berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah.
Tiga unsur yang selalu ada pada bid’ah adalah; (a) mengada-adakan, (b) perkara baru tersebut disandarkan pada agama, (c) perkara baru tersebut bukan bagian dari agama.
Setiap bid’ah adalah sesat.
Kerancuan Pertama: Antara Adat dan Ibadah

Dalam pembahasan tentang bid’ah, terdapat kerancuan (syubhat) yang sering dilontarkan oleh orang-orang yang kurang jeli semacam kata-kata, “Kalau begitu, Nabi naik onta, kamu naik onta juga saja.” atau kata-kata “Ini bid’ah, itu bid’ah, kalau begitu makan nasi juga bid’ah, soalnya gak ada perintahnya dari nabi”, dan komentar-komentar senada lainnya.

Jawaban
Saudariku… perlulah engkau membedakan, antara sebuah ibadah dan sebuah adat. Sebuah amalan ibadah, hukum asalnya adalah haram, sampai ada dalil syar’i yang memerintahkan seseorang untuk mengerjakan. Sedangkan sebaliknya, hukum asal dalam perkara adat adalah boleh, sampai ada dalil yang menyatakan keharamannya.

Contoh dalam masalah ibadah adalah ibadah puasa. Hukum asalnya adalah haram. Namun, karena telah ada dalil yang mewajibkan kita wajib puasa Ramadhan, atau dianjurkan puasa sunnah senin kamis maka ibadah puasa ini menjadi disyari’atkan. Namun, coba lihat puasa mutih (puasa hanya makan nasi tanpa lauk) yang sering dilakukan orang untuk tujuan tertentu. Karena tidak ada dalil syar’i yang memerintahkannya, maka seseorang tidak boleh untuk melakukan puasa ini. Jika ia tetap melaksanakan, berarti ia membuat syari’at baru atau dengan kata lain membuat perkara baru dalam agama (bid’ah).

Contoh masalah adat adalah makan. Hukum asalnya makan adalah halal. Kita diperbolehkan (dihalalkan) memakan berbagai jenis makanan, misalnya nasi, sayuran, hewan yang disembelih dengan menyebut nama Allah. Di sisi lain, ternyata syari’at menjelaskan bahwa kita diharamkan untuk memakan bangkai, darah atau binatang yang menggunakan kukunya untuk memangsa. Jadi, meskipun misalnya Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak makan nasi, bukan berarti orang yang makan nasi mengadakan bid’ah. Karena hukum asal dari makan itu sendiri boleh.

Catatan Penting!
Akan tetapi di sisi lain, ada orang yang mengkhususkan perkara adat ini menjadi ibadah tersendiri. Ini adalah terlarang. Maka, harus dilihat kembali penerapan dari kaedah bahwa hukum asal sebuah ibadah adalah haram sampai ada dalil yang mensyari’atkannya.

Contoh dalam masalah ini adalah masalah pakaian. Pakaian termasuk perkara adat, dimana orang diberi kebebasan dalam berpakaian (tentu saja dengan batasan yang telah dijelaskan dalam Islam). Namun, ada orang-orang yang mengkhususkan cara berpakaian dengan alasan bahwa cara berpakaian tersebut diatur dalam Islam, sehingga meyakininya sebagai ibadah. Contohnya adalah harus menggunakan pakaian terusan bagi wanita atau harus menggunakan pakaian wol (biasa dilakukan orang-orang sufi). Karena perkara adat ini dijadikan perkara ibadah tanpa didukung oleh dalil-dalil syar’i, maka cara berpakaian dengan keyakinan semacam ini menjadi terlarang.

Berbeda dengan orang yang menjadikan perkara adat atau perkara mubah lainnya menjadi bernilai ibadah dan menjadikannya sebagai perantara bagi sebuah ibadah yang disyari’atkan atau melakukan perkara adat tersebut sesuai dengan tuntunan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka ini diperbolehkan. Contoh dalam masalah ini adalah makan. Makan adalah perkara adat. Hukum asalnya adalah diperbolehkan. Namun perkara adat ini dapat menjadi ibadah ketika seseorang makan dengan cara-cara yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaih wa sallam (baca artikel Adab Makan di muslimah.or.id) atau makan ini dapat menjadi ibadah ketika seseorang niatkan untuk melakukan ibadah lain yang memang telah disyari’atkan. Misalnya, seseorang makan agar kuat melakukan sholat dzuhur, atau seorang bapak sarapan pagi dengan niat kuat bekerja dalam rangka memenuhi tanggung jawabnya sebagai kepala rumah tangga. Contoh lainnya adalah tidur. Tidur memang dapat menjadi ibadah ketika seseorang tidur sesuai tuntunan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (lihat artikel Adab Tidur di muslimah.or.id) atau ketika diniatkan tidur itu untuk melakukan ibadah lain yang memang telah ada tuntunannya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Misalnya tidur di awal malam agar kuat sholat tahajjud di sepertiga malam yang terakhir.

Semoga Allah mempermudah kita untuk memahami dua hal yang berbeda ini! Sungguh indah perkataan Abul Ahwash ketika ia berkata kepada dirinya sendiri,

“Wahai Sallam, tidurlah kamu menurut sunnah. Itu lebih baik
daripada kamu bangun malam untuk melakukan bid’ah.”
(Al Ibanah no. 251, Lihat Membedah Akar Bid’ah).

Kerancuan Kedua: Antara Bid’ah dan Mashalih Mursalah

Kerancuan lain yang sering muncul adalah berkaitan dengan hal-hal yang biasa dipergunakan dalam agama, semacam mikrofon, mushaf al-Qur’an, sekolah Islam dan lain sebagainya. Seakan-akan perkara-perkara tersebut sesuai dengan ciri-ciri bid’ah, terutama karena perkara tersebut disandarkan pada agama. Sehingga ada orang yang berkata, “Berarti pake mik sewaktu adzan ga boleh dong. Kan zaman nabi ga pake mik..”

Jawaban
Pada poin ini, perlu bahasan yang lebih rinci lagi berkaitan dengan mashalih mursalah. Syathibi dalam kitabnya al I’tishom telah menjelaskan perbedaan antara mashalih mursalah dengan bid’ah yang akan dapat dimengerti oleh orang yang mau memahami. Berikut ini perbedaan tersebut dengan penyesuaian dari penulis.

Pertama,
Ketentuan mashalih mursalah sesuai dengan maksud-maksud syari’at, sehingga dalam penetapannya tetap memperhatikan dalil-dalil syari’at.

Misalnya: pengumpulan mushaf Al Qur’an. Karena pengumpulan ini sifatnaya sesuai dengan maksud syari’at dan sesuai dengan dalil-dalil syari’at maka pengumpulan mushaf Al-Qur’an bukanlah bid’ah walaupun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan untuk mengumpulkannya. Karena pengumpulan mushaf Al-Qur’an bertujuan untuk menjaga sumber syari’at. Allah ta’ala berfirman,

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Al Hijr [15]: 9)

Namun coba perhatikan, terdapat perkara yang dibuat-buat, dimana seseorang mulai menyebutkan ‘khasiat-khasiat’ baru dari baris-baris yang ada dalam lembaran Al Qur’an. Sehingga orang mencetak dalam satu lembar harus ada 18 baris atau 16 baris dengan keyakinan-keyakinan yang tidak ada dalilnya dalam syari’at. Maka yang seperti ini tidak termasuk dalam mashalih mursalah.

Kedua,
Mashalih mursalah lingkupnya adalah pada perkara-perkara yang dapat dipahami oleh akal.

Contohnya adalah penggunaan mikrofon di masjid-masjid. Kita ketahui mikrofon berguna untuk memperjelas suara sehingga dapat didengar sampai jarak yang jauh. Hal ini termasuk perkara adat dimana kita boleh mempergunakannya. Hal ini semisal kacamata yang dapat memperjelas huruf-huruf yang kurang jelas bagi orang-orang tertentu. Sebagaimana perkataan Syaikh As Sa’di rahimahullah kepada orang berkacamata yang mengatakan bahwa pengeras suara adalah bid’ah, beliau berkata, “Wahai saudaraku, bukankah kamu tahu bahwa kaca mata dapat membuat sesuatu yang jauh menjadi dekat dan memperjelas pandangan. Demikian juga halnya pengeras suara, dia memperjelas suara, sehingga seorang yang jauh dapat mendengar, para wanita di rumah juga bisa mendengar dzikrullah dan majlis-majlis ilmu. Jadi mikrofon merupakan keikmatan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada kita, maka hendaknya kita menggunakannya untuk menyebarkan kebenaran.” (Mawaqif Ijtima’iyyah min Hayatis Syaikh Abdurrahman As-Sa’di, Muhammad As Sa’di dan Musa’id As Sa’di. Lihat Majalah Al Furqon edisi 5 tahun 7)

Berbeda halnya dengan bid’ah. Amalan-amalan bid’ah tidak dapat dipahami oleh akal. Hal ini dikarenakan bid’ah merupakan amalan ibadah yang berdiri sendiri. Padahal tidaklah amalan ibadah dapat dipahami oleh akal. Semisal, mengapa sholat fardhu ada lima, dan mengapa jumlah raka’aatnya berbeda-beda. Atau mengapa ada dzikir yang berjumlah 33. Maka semua ibadah ini tidak dapat dipahami maksudnya oleh akal.

Ketiga,
Mashalih mursalah diadakan untuk menjaga perkara yang sifatnya vital (dharuri), serta menghilangkan permasalahan berat yang biasanya muncul dalam perkara agama.

Perkara dharuri yang dimaksud misalnya adalah agama. Sebagaimana contoh pertama, maka penyusunan mushaf Al Qur’an kita dapat pahami berkaitan untuk menjaga agama agar kemurnian Al Qur’an tetap terjaga.

Coba bedakan dengan bid’ah. Sebagaimana penulis sebutkan pada artikel sebelumnya, bahwa bid’ah dibuat untuk berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah sehingga bid’ah justru menambah beban bagi seorang muslim. Contohnya adalah mengadakan peringatan isra mi’raj, maulid atau yang semacamnya sehingga menambah beban seseorang untuk mengeluarkan dana dan tenaga untuk mengadakan acara tersebut. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah memerintahkan untuk merayakan hal-hal tersebut.

Hukum sms dengan bukan mahram

Maka jawabnya yang jelas haram yang tidak boleh ialah bermesej perkara2 yang berkaitan syawat atau perkara yang membawa keseronokan nafsu dan seumpamanya.

Yang jelas dibolehkan ialah perkara yang penting seperti jual beli atau sebagainya tetapi ada perkara yang tidak penting tetapi dibolehkan juga seperti bertanya nama ayah atau sebagainya, tidak jatuh hukum haram, yang jelas haram ialah perkara yang berkaitan syawat dan nafsu.

Biasanya perkara2 yang tidak penting ini ulama’2 mengatakan hukumnya makruh sahaja, nak kata haram tidak juga.
Yang terbaik ringkaskan perkara2 yang penting sahaja untuk mengelakkan berlakunya zina hati atau seumpamanya.

Sabtu, 26 Disember 2009

BERCOUPLE BUKAN BUDAYA UMAT ISLAM YANG BERIMAN,,

BERCOUPLE, setiap kali kita mendengarnya
akan
terlintas di benak kita sepasang insan yang
sedang mabuk cinta dan dilanda
asmara
. Saling
mengungkapkan rasa sayang serta rindu, yang
kemudiannya memasuki sebuah biduk
pernikahan.
Lalu kenapa harus dipermasalahkan? Bukankah
cinta itu fitrah setiap anak adam?
Bukankah setiap
orang memerlukan masa penyesuaian sebelum
pernikahan?

CINTA, Fitrah Setiap Manusia,
MANUSIA diciptakan oleh ALLAH SWT dengan
membawa fitrah (insting) untuk mencintai
lawan
jenisnya. Sebagaimana firman-NYA; Dijadikan
indah pada (pandangan) manusia kecintaan
kepada apa-apa yang diingini, iaitu
wanita-wanita,
anak-anak, harta yang banyak dari jenis
emas,
perak, kuda pilihan, binatang-binatang
ternak dan
sawah lading. Itulah kesenangan hidup di
dunia,
dan di sisi ALLAH lah tempat kembali
yang baik
(Syurga). (Ali Imran: 14).

Berkata Imam Qurthubi: ALLAH SWT memulai
dengan wanita kerana kebanyakan manusia
menginginkannya, juga kerana mereka
merupakan
jerat-jerat syaitan yang menjadi fitnah
bagi kaum
lelaki, sebagaimana sabda Rasulullah
SAW; Tiadalah aku tinggalkan setelahku
selain
fitnah yang lebih berbahaya bagi lelaki
daripada
wanita. (Hadis Riwayat Bukhari, Muslim,
Tirmidzi,
Ibnu Majah)

Oleh kerana cinta merupakan fitrah
manusia, maka
ALLAH SWT menjadikan wanita sebagai
perhiasan
dunia dan nikmat yang dijanjikan bagi
orang-orang
beriman di syurga dengan bidadarinya.

Dari Abdullah bin Amr bin Ash r.a. berkata;
Rasulullah SAW bersabda; Dunia ini adalah
perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah
wanita yang solehah. (Hadis Riwayat Muslim,
NasaI, Ibnu Majah, Ahmad, Baihaqi)

ALLAH berfirman; Di dalam syurga-syurga
itu ada
bidadari-bidadari yang baik-baik lagi
cantik-cantik.
(ar-Rahman: 70)

Namun, Islam tidak membiarkan fitnah itu
mengembara tanpa batasannya. Islam telah
mengatur dengan tegas bagaimana menyalurkan
cinta, juga bagaimana batasan pergaulan
antara
dua insan berlawanan jenis sebelum
nikah, agar
semuanya tetap berada pada landasan
etika dan
norma yang sesuai dengan syariat.

ETIKA PERGAULAN DAN BATAS PERGAULAN DI
ANTARA LELAKI DAN WANITA MENURUT ISLAM.

1.Menundukkan pandangan:
ALLAH memerintahkan kaum lelaki untuk
menundukkan pandangannya, sebagaimana
firman-
NYA; Katakanlah kepada laki-laki yang
beriman: Hendaklah mereka menahan
pandangannya dan memelihara kemaluannya.
(an-
Nuur: 30)
Sebagaimana hal ini juga diperintahkan
kepada
kaum wanita beriman, ALLAH berfirman; Dan
katakanlah kepada wanita yang
beriman: Hendaklah mereka menahan
pandangannya dan memelihara kemaluannya.
(an-
Nuur: 31)
2.Menutup Aurat;
ALLAH berfirman dan jangan lah mereka
mennampakkan perhiasannya, kecuali yang
biasa
nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka
melabuhkan kain tudung ke dadanya.
(an-Nuur: 31)
Juga Firman-NYA; Hai nabi, katakanlah kepada
isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu
dan isteri-
isteri orang mukmin: Hendaklah mereka
melabuhkan jilbabnya ke seluruh tubuh
mereka.
Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah
dikenali, kerana itu mereka tidak
diganggu. Dan
ALLAH adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (an-Nuur: 59).
Perintah menutup aurat juga berlaku bagi
semua
jenis. Dari Abu Daud Said al-Khudri r.a.
berkata:
Rasulullah SAW bersabda: Janganlah seseorang
lelaki memandang aurat lelaki, begitu
juga dengan
wanita jangan melihat aurat wanita.
3.Adanya pembatas antara lelaki
dengan wanita;
Kalau ada sebuah keperluan terhadap kaum
yang
berbeza jenis, harus disampaikan dari
balik tabir
pembatas.
Sebagaimana firman-NYA; Dan apabila kalian
meminta sesuatu kepada mereka (para wanita)
maka mintalah dari balik hijab.
(al-Ahzaab: 53)
4.Tidak berdua-duaan Di Antara Lelaki
Dan Perempuan;
Dari Ibnu Abbas r.a. berkata: Saya mendengar
Rasulullah SAW bersabda: Janganlah seorang
lelaki berdua-duaan (khalwat) dengan wanita
kecuali bersama mahramnya. (Hadis Riwayat
Bukhari & Muslim)
Dari Jabir bin Samurah berkata;
Rasulullah SAW
bersabda: Janganlah salah seorang dari
kalian
berdua-duan dengan seorang wanita, kerana
syaitan akan menjadi ketiganya. (Hadis
Riwayat
Ahmad & Tirmidzi dengan sanad yang sahih)
5.Tidak Melunakkan Ucapan
(Percakapan):
Seorang wanita dilarang melunakkan ucapannya
ketika berbicara selain kepada suaminya.
Firman
ALLAH SWT; Hai isteri-isteri Nabi, kamu
sekalian
tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu
bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam
berbicara (berkata-kata yang menggoda)
sehingga
berkeinginan orang yang ada penyakit di
dalam
hatinya tetapi ucapkanlah
perkataan-perkataan
yang baik. (al-Ahzaab: 32)
Berkata Imam Ibnu Kathir; Ini adalah
beberapa
etika yang diperintahkan oleh ALLAH
kepada para
isteri Rasulullah SAW serta kepada para
wanita
mukminah lainnya, iaitu hendaklah dia kalau
berbicara dengan orang lain tanpa suara
merdu,
dalam pengertian janganlah seorang wanita
berbicara dengan orang lain sebagaimana dia
berbicara dengan suaminya. (Tafsir Ibnu
Kathir
3/350)
6.Tidak Menyentuh Kaum Berlawanan
Jenis;
Dari Maqil bin Yasar r.a. berkata;
Seandainya
kepala seseorang ditusuk dengan jarum
besi itu
masih lebih baik daripada menyentuh kaum
wanita
yang tidak halal baginnya. (Hadis Hasan
Riwayat
Thabrani dalam Mujam Kabir)
Berkata Syaikh al-Abani Rahimahullah; Dalam
hadis ini terdapat ancaman keras
terhadap orang-
orang yang menyentuh wanita yang tidak halal
baginya. (Ash-Shohihah 1/448) Rasulullah SAW
tidak pernah menyentuh wanita meskipun dalam
saat-saat penting seperti membaiat dan lain-
lainnya. Dari Aishah berkata; Demi ALLAH,
tangan Rasulullah tidak pernah menyentuh
tangan
wanita sama sekali meskipun saat membaiat.
(Hadis Riwayat Bukhari)

Inilah sebahagian etika pergaulan lelaki
dan wanita
selain mahram, yang mana apabila seseorang
melanggar semuanya atau sebahagiannya saja
akan menjadi dosa zina baginya, sebagaimana
sabda Rasulullah SAW; Dari Abu Hurairah
r.a. dari
Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya
ALLAH menetapkan untuk anak adam bahagiannya
dari zina, yang pasti akan mengenainya.
Zina mata
dengan memandang, zina lisan dengan
berbicara,
sedangkan jiwa berkeinginan serta berangan-
angan, lalu farji yang akan membenarkan atau
mendustakan semuanya. (Hadis Riwayat
Bukhari,
Muslim & Abu Daud)
Padahal ALLAH SWT telah melarang perbuatan
zina dan segala sesuatu yang boleh mendekati
kepada perbuatan zina. Sebagaimana Firman-
NYA; Dan janganlah kamu mendekati zina,
sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan
yang keji dan jalan yang buruk.
(al-Isra: 32)


Hukum Bercouple

SETELAH memerhatikan ayat dan hadis
tadi, maka
tidak diragukan lagi bahawa bercouple
itu haram,
kerana beberapa sebab berikut:

1.Orang yang bercouple tidak mungkin
menundukkan pandangannya terhadap
kekasihnya.
2.Orang yang bercouple tidak akan
boleh menjaga hijab.
3.Orang yang bercouple biasanya
sering berdua-duaan dengan pasangan
kekasihnya, baik di dalam rumah atau di
luar rumah.
4.Wanita akan bersikap manja dan
mendayukan suaranya saat bersama kekasihnya.
5.Bercouple identik dengan saling
menyentuh antara lelaki dan wanita,
meskipun itu
hanya berjabat tangan.
6.Orang yang bercouple, boleh
dipastikan selalu membayangkan orang yang
dicintainya.

Dalam kamus bercouple, hal-hal tersebut
adalah
lumrah dilakukan, padahal satu hal saja
cukup
untuk mengharamkannya, lalu apatah lagi
kesemuanya atau yang lain-lainnya lagi?

Fatwa Ulama

Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin
ditanya
tentang hubungan cinta sebelum nikah.
Jawab beliau; Jika hubungan itu sebelum
nikah,
baik sudah lamaran atau belum, maka hukumnya
adalah haram, kerana tidak boleh
seseorang untuk
bersenang-senang dengan wanita asing (bukan
mahramnya) baik melalui ucapan, memandang,
atau berdua-duaan. Sebagaimana
Rasulullah SAW
bersanda: Janganlah seorang lelaki
bedua-duaan
dengan seorang wanita kecuali ada bersama-
sama mahramnya, dan janganlah seseorang
wanita berpergian kecuali bersama mahramnya.
Syaikh Abdullah bin abdur Rahman al-Jibrin
ditanya; Jika ada seseorang lelaki yang
berkoresponden dengan seorang wanita yang
bukan mahramnya, yang pada akhirnya mereka
saling mencintai, apakah perbuatan itu
haram?
Jawab beliau; Perbuatan itu tidak
diperbolehkan,
kerana boleh menimbulkan syahwat di antara
keduanya, serta mendorongnya untuk
bertemu dan
berhubungan, yang mana koresponden semacam
itu banyak menimbulkan fitnah dan menanamkan
dalam hati seseorang untuk mencintai
penzinaan
yang akan menjerumuskan seseorang pada
perbuatan yang keji, maka dinasihati
kepada setiap
orang yang menginginkan kebaikan bagi
dirinya
untuk menghindari surat-suratan, pembicaraan
melalui telefon, serta perbuatan
semacamnya demi
menjaga agama dan kehormatan dirinya.
Syaikh Jibrin juga ditanya; Apa hukumnya
kalau
ada seorang pemuda yang belum menikah
menelefon gadis yang juga belum menikah?
Jawab beliau; Tidak boleh berbicara dengan
wanita asing (bukan mahram) dengan
pembicaraan yang boleh menimbulkan syahwat,
seperti rayuan, atau mendayukan suara (baik
melalui telefon atau lainnya).
Sebagaimana firman
ALLAH SWT; Dan janganlah kalian melembutkan
suara, sehingga berkeinginan orang-orang
yang
berpenyakit di dalam hatinya.
(al-Ahzaab: 32).
Adapun kalau pembicaraan itu untuk sebuah
keperluan, maka hal itu tidak mengapa
apabila
selamat daripada fitnah, akan tetapi
hanya sekadar
keperluan.

Syubhat Dan Jawapan Yang Sebenarnya

Keharaman bercouple lebih jelas dari
matahari di
siang hari. Namun begitu masih ada yang
berusaha menolaknya walaupun dengan
dalil yang
sangat rapuh, antaranya:

Tidak Boleh dikatakan semua cara
bercouple itu
haram, kerana mungkin ada orang yang
bercouple
mengikut landasan Islam, tanpa melanggar
syariat

Jawabnya: Istilah bercouple berlandaskan
Islam
itu Cuma ada dalam khayalan, dan tidak
pernah
ada wujudnya. Anggap sajalah mereka boleh
menghindari khalwat, menyentuh serta menutup
aurat. Tetapi tetap tidak akan boleh
menghindari
dari saling memandang, atau saling
membayangkan kekasihnya dari masa ke semasa.
Yang mana hal itu jelas haram
berdasarkan dalil
yang kukuh.

Biasanya sebelum memasuki alam perkahwinan,
perlu untuk mengenal terlebih dahulu calon
pasangan hidupnya, fizikal, karaktor,
yang mana
hal itu tidak akan boleh dilakukan tanpa
bercouple,
kerana bagaimanapun juga kegagalan sebelum
menikah akan jauh lebih ringan daripada
kalau
terjadi setelah menikah.

Jawabnya: Memang, mengenal fizikal dan
karaktor
calon isteri mahupun suami merupakan
satu hal
yang diperlukan sebelum memasuki alam
pernikahan, agar tidak ada penyesalan di
kemudian
hari. Namun, tujuan ini tidak boleh
digunakan untuk
menghalalkan sesuatu yang telah sedia
haramnya.

Ditambah lagi, bahawa orang yang sedang
jatuh
cinta akan berusaha bertanyakan segala
yang baik
dengan menutupi kekurangannya di hadapan
kekasihnya. Juga orang yang sedang jatuh
cinta
akan menjadi buta dan tuli terhadap
perbuatan
kekasihnya, sehingga akan melihat semua yang
dilakukannya adalah kebaikan tanpa cacat.
Sebagaimana diriwayatkan dari Abu
Darda; Cintamu pada sesuatu membuatmu buta
dan tuli.

Fenomena Couple

Dalam situasi terkini, fenomena
pergaulan bebas
dan pengabaian terhadap nilai-nilai
murni Islam
berlaku pada tahap yang amat membimbangkan.
Kebanyakan umat Islam kini tidak lagi
menitik
beratkan nilai-nilai dan adab-adab sopan
yang
dianjurkan oleh Islam melalui al-Quran
dan sunnah
rasul-NYA. Mereka bukan setakat
mengabaikannya dan menganggap perkara itu
tidak penting, bahkan mereka
menganggapkannya
sebagai satu perkara yang menyusahkan
aktiviti
mereka yang menurutkan nafsu dan perasaan
semata-mata itu. Nauzubillah

Marilah kita sama-sama menjauhi perkara yang
seumpama itu dan mejauhi hal-hal yang telah
dilarang (haram). Tegakkanlah yang benar dan
katakanlah salah kepada yang batil.
Janganlah
berhujah untuk membenarkan perkara yang
telah
terang haramnya di sisi ALLAH.

Rabu, 23 Disember 2009

riwayat hidup seorang sahabat Nabi yg di zalimi

Uthman bin Affan (Arab: عثمان بن عفان) merupakan salah seorang sahabat Nabi Muhammad S.A.W. Ketika beliau menjadi khalifah, berlaku pertelingkahan dikalangan umat Islam mengenai cara bacaan Al-Quran. Disebabkan oleh itu Uthman bin Affan telah meminjam suhuf, (kumpulan penulisan Al-Quran daripada Hafsa. Selepas itu Uthman bin Affan telah memerintahkan empat orang sahabat untuk menyalin semula Al-Quran dalam bentuk yang sempurna yang dikenali sebagai Mushaf Uthman. Salinan Mushaf Uthman tersebut dihantar keseluruh pusat jajahan bagi mengantikan salinan-salinan yang lain.
Saidina Uthman dilahirkan di dalam sebuah keluarga Quraish yang kaya di Makkah beberapa tahun selepas kelahiran Nabi Muhammad s.a.w.. Dia ialah salah seorang daripada orang yang pertama sekali memeluk Islam dan amat dikenali kerana sifat dermawannya kepada orang yang susah. Beliau juga berhijrah ke Habshah dan kemudian penghijrahan dari Makkah ke Madinah.
Saidina Uthman menjadi khalifah selepas Saidina Umar Al-Khatab dibunuh pada tahun 644. Beliau memerintah selama dua belas tahun iaitu dari tahun 644 sehingga tahun 656. Semasa pemerintahannya, keseluruhan Iran, sebahagian daripada Afrika Utara, dan Cyprus menjadi sebahagian daripada empayar Islam. Adalah dikatakan bahawa Saidina Umar melantik saudaranya sebagai pentadbir jajahan baru Islam. Enam tahun pertama pemerintahannya dianggap aman manakala enam tahun terakhir pula dianggap keadaan huru-hara. Beliau juga berjaya menghabiskan usaha pengumpulan Al Quran yang dimulakan oleh Saidina Abu Bakar (khalifah pertama Islam).
Golongan Syiah percaya bahawa Saidina Ali Abi Talib yang sepatutnya menjadi khalifah memandangkan beliau ialah sepupu dan menantu Nabi Muhammad s.a.w.. Mereka percaya bahawa Saidina Uthman tamak dan mementingkan saudara sendiri dalam melantik pentadbir baru tanah jajahan Islam.
(sumber wikipedia.org)

Isnin, 14 Disember 2009

Keutamaan solat tahajjud

Keteranagn daripada ayat Quran

  1. Allah swt telah memerintahkan Nabi-Nabi Nya agar mengerjakan solat malam, sebagaimana dalam firman-Nya yang bermaksud : " Dan dari sebahagian malam itu gunakanlah untuk bertahajjud sabagai solat bagi mu, semoga Rabbmu akan menbangkitkan mu pada kedudukan yang terpuji." (Surah al Isra': 79).Perintah ini meskipun bersifat khusus untuk Rasulullah saw namun seluruh umat islam disyariatkan untuk mencontohi perbuatan Nabi saw.
  2. Allah menjelaskan,bahawa orang-orang yang sentiasa beristiqamah mengerjakan solat malam merupakan orng yang berhak dan layak menerima kebaikan serta rahmat-Nya, sebagaimana firman-Nya yang bermaksud :"Sesungguhnya orang-oramg yang bertaqwa itu berada dalam kebun-kebuk yang di kelilingi mata air. Mereka menerima segala pemberian Allah, disebabkan dahulu mereka selalu berbuat kebaikan. Bahkan dahulu mereka sedikit sekali tidur di waktu malam dan selalu memohonkan ampunan di waktu pagi sebelum fajar." (surah az Zariat: 15-18)
  3. Mereka dipuji Allah dan dimasukkan dalam golongan hamba-hamba Nya yang berbakti, sebagaimana firman-Nya yang bermaksud :"Dan hamba-hamba Allah yang maha pengasih ialah mereka yang berjalan di bumi dengan merendahkan diri dan apabila diganggu oleh pembicaraan yang bodoh, mereka hanya menjawap dengan ucapan yang baik. Mereka itu yang semalam penuh hanya beribadat kepada Allah, baik dalam keadaan sujud mahupun berdiri."surah al Furqan: 63-64)
  4. Ornag yang mengamalkan solat Qiamullai pasti Allah mengistimewakan mereka berbanding orang-orang yang tidak melakukannya. Hal ini sebagaimana firman-Nya yang bermaksud :"Adakah orang yang berbakti pada Allah di waktu malam, bersujud serta berdiri dan takut pada seksa akhirat dan mrngharap rahmat Rabbnya itu akan sama dengan orang yang tidak demikian itu? Katakanlah : adakah sama orang yang mengerti dengan orang yang tidak mengerti? Sesungguhnya orang-orang yang dapat mengambil manfaat daripada peringatan ini hanyalah mereka yang berakal." (surah az Zumar: 9)


     

Keterangan daripada hadis Nabi saw

  1. Abdullah bin Salam berkata :"Pertama kali Rasulullah saw dating ke Madinah, kaum muslimin dating berpusu-pusu mengerumuni baginda. Aku sendiri salah seorang yang datang untuk melihatnya. Ketika aku perhatikan wajahnya, aku yakin bahawa wajahnya bukanlah wajah seorang pendusta. Perkataan awal yang aku dengar daripada Nabi saw ialah : 'wahai sekalian manusia! Sebarkanlah salam, bersedekahlah dengan cara menghidangkan makanan, jalinlah hubungan silaturrahim, kerjakanlah solat ketika orang-orang sedang tidur, pasti kamu akan masuk syurga dengan selamat dan sejahtera'." (hadis riwayat Tirmizi,Ibnu Majah,Imam Ahmad dah Hakim.at Tirmizi berkata, hadis ini hasan lagi sahih)
  2. Salman al Farisi berkata, Rasulullah saw telah bersabda :"kerjakanlah solat malam, sebab ia merupakan kebiasaan orang-orang soleh sebelum kamu di zaman dahulu. Ia juga merupakan jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah,penebus segala kejahatan dan pencegah daripada berbuat dosa," (hadis riwayat ath Tabrani.hadis hasan)


     

    Bersambung..

bertanya kpd ahli hikmah..

Panas gurun pasir seakan membakar ubun-ubun, ketika seorang pemuda bernama Fulan melangkah tanpa kenal lelah. Telah berpuluh kilo meter jarak yang ia tempuh, namun semangatnya tak jua surut, demi mengikuti jejak seorang Ahli Hikmah. Ada sesuatu yang begitu mengganjal hati si Fulan, dan ia berharap Ahli Hikmah itu bisa menjawab semua pertanyaannya.

“Wahai, Ahli Hikmah yang dimuliakan Allah! Telah begitu jauh jarak yang kutempuh untuk mencarimu. Dan rupanya, di tempat inilah Allah berkenan mempertemukan kita,” kata si Fulan penuh kelegaan. Si Ahli Hikmah yang sedang berisitirahat di bawah pohon kurma tampak tertegun.

“Wahai, Pemuda! Siapakah engkau ini ? Ada perlu apa mencariku ?” tanyanya heran.
Si Fulan duduk bersila di hadapannya. “Aku adalah si Fulan. Telah berbilang masa aku mencarimu, demi mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaanku. Aku ingin mendapatkan ilmu yang telah diberikan Allah padamu,” jawab si Fulan santun.
“Semoga Allah mencatat jerih payahmu sebagai pahala wahai Fulan. Apakah gerangan yang ingin kau tanyakan ?” tanya Ahli Hikmah itu ramah.

Si Fulan terdiam sejenak. “Ceritakanlah padaku tentang LANGIT, dan apakah yang lebih berat darinya.”
Ahli Hikmah itu mengangguk. “Ketahuilah, Fulan. Bahwa KEBOHONGAN yang dilakukan oleh orang-orang suci adalah lebih berat daripada langit.”

“Lalu ceritakanlah tentang BUMI, dan apa yang lebih luas darinya,” pinta si Fulan lagi bersemangat.
“Sesungguhnya, KEBENARAN adalah lebih luas daripada bumi,” jawab si Ahli Hikmah pula.

“Dan ceritakanlah tentang BATU, serta apa yang lebih keras darinya.”
“HATI orang kafir jauh lebih keras daripada batu wahai, Fulan.”

“Lalu, apakah yang lebih panas dari API wahai, Ahli Hikmah ?”
“Sungguh KERAKUSAN itu lebih panas daripada api.”

“Ceritakanlah pula tentang ZAMZAHIR (air yang dingin), dan apa yang lebih dingin darinya.”
“Wahai, Fulan. Ketika kau sangat butuh pada orang yang kau cintai, tapi kau DIACUHKAN, makaitu jauh lebih dingin daripada zamzahir.”

“Alangkah engkau sangat bijak wahai, Ahli Hikmah. Tapi ceritakanlah padaku tentang LAUT, dan apa yang lebih kaya darinya.”
“Ketahuilah, hati yang selalu QONA’AH (bersahaja dalam kehidupan) jauh lebih kaya daripada laut dan segala isinya.”

“Terakhir, ceritakanlah apa yang paling dipandang hina"
“Orang yang suka menghasut, lalu perkara itu terbongkar di depan orang banyak, maka ia dipandang jauh lebih hina.”

Si Fulan pun terdiam sejenak sambil menarik napas panjang. “Sungguh Allah telah menganugerahkan kemuliaan dan ilmu yang tinggi padamu wahai, Ahli Hikmah. Kini hatiku terasa tenang karena telah mendapatkan apa yang kucari selama ini,” kata si Fulan kemudian. “Jika demikian, engkau boleh kembali ke kampung halamanmu,” kata si Ahli Hikmah sambil tersenyum.

“Tidak, aku tak kan pergi ! Sungguh setelah mendengar semua jawabanmu, aku tidak akan meninggalkanmu lagi. Sampai semua ilmu yang kau miliki kau bagikan padaku,” jawab si Fulan mantap. Si Ahli Hikmah tertegun melihat kekukuhan hati pemuda itu. Ia pun tak kuasa menolak.

Maka sejak itu jadilah si Fulan sebagai pengikut setianya hingga masa yang tak ditentukan.wallahu'alam

Isnin, 7 Disember 2009

to all my friend..


ape la kaba kengkawan ak skrg ye..khasnye kengkawan stu umah sewe kt lorong guru lu.rse cam rindu je kt dorng...dah solat asar lum dorng skrg ni? zuhur tdi? subuh tdi? kul bpe dorng solat? sbl syuruq tau dlm kul 10 11? ish3...risau2.mintak2 la dorng sume solat tepat wktu,tak ponteng2..ya Allah,Engkau peliharalah mreka, Engkau tetapkanlah hati2 mreka utk tetap istiqamah dlm melaksanakan perintah Mu n menjauhi larangan Mu. nak kontrol,tak bleh da..umah pun jauh2.nak harapkan dorng ade kesedaran sndri? ntah la..smoge ade lg kesedaran dlm dri dorng tu.hrap dri sndri la,tak bleh da nak hrap orng len..
hemmm..berat tul klu terkenag kt dorng ni. bermacam n pelbgai kerenah yg dorng buat..ade yg manis wlau pun org len rse itu buruk ( memang buruk pun..haha),cam ponteng skolah sme2..hihihi.lari ikut kntin,,slamat skit.hehe..prg pasa mlm sme2,jlan kaki,pgi banda same2,lapa dn kenyg sme2...waa..best tul klu terkeng sume ni.tpi ade gk yg tak mnyenagkan hati..prit rse hati ni tggung rse malu di sbbkan krenah dorng.tapi tak pe,sumenye ade hikmah tersndiri..harap la dorng dpt hidayah lpas ni..amiinn
to all my friend syauqi,khusyairi,arsyad,azahari,anam,nasiruddin,musyahrin,solahuddin..harap ukhwah yg terjalin kekal hingga akhirat..

rindu kt korng sume..

Khamis, 3 Disember 2009

ya Rabbi..

ya Allah,kurniakanlah aku cinta Mu dan cinta orang yang mencintai Mu. Berikanlah kepada ku kasih sayang Mu dan kasih sayang orang yang menjaga agama Mu.. Kurniakanlah kepada ku dan orang yang bersamaku ketenangan dan kedamaian. Jauhkanlah daripada kami perasaan takut slain kepada Mu ya Rabb.. Janganlah Engkau bebankan kami dgan bebanan yang kami tidak sanggup untuk memikulnya. Ampunkanlah segala dosa-dosa yang telah kami lakukan. Samada yang kami sedar ataupun tidak,yang kami lakukan di waktu malam hari ketika tiada seorang yang melihat kami ataupun dosa yang kami lakukan di siang hari,zahir dan batin. Ya Allah hanya Engkau yang maha pengampun segala dosa.. Tiada siapa yang dapat mengampunkan dosa selain daripada Engkau ya Allah,ya Ghaffar,ya Rahim...